11/10/15

Distribusi Nutrisi - MEMILIH POMPA

Saya menggunakan instalasi Hidroponik vertikutur rangka A. Masing-masing rangka terdiri dari 14 batang pralon, dan pralon paling atas terletak setinggi 210 cm dari permukaan tanah. 

Dengan kebutuhan supply nutrisi rata-rata 2 liter per menit, menurut hitungan di atas kertas, satu rangka memerlukan supply air sebanyak 28 liter per menit atau 1680 liter per jam.


Berdasar kondisi itu saya membeli pompa dengan daya pancar ke atas minimum 3 meter dan debit 2.000 liter per jam. Pilihan pertama jatuh pada pompa akuarium. Selain mudah didapat, murah, hanya mengkonsumsi listrik 26 watt.

Tapi begitu dicoba, pompa dengan kapasitas sebesar itu ternyata hanya mampu mengairi 4 titik input, selebihnya hanya kebagian udara.

Setelah cek berulang-ulang dan positif tidak ada kebocoran, ke 4 selang yang mengeluarkan air saya cabut dari pralon, lalu saya satukan untuk mengisi box bekas es krim kapastas 8 liter. Dari 3 kali pengisian masing-masing membutuhkan waktu 1 menit 17 detik; 1 menit 14 detik; 1 menit 20 detik

seandainya saya ambil rata-rata 1 menit 15 detik, berarti pada ketinggian 210 cm popma itu hanya mampu mensupply dengan debit sekitar 380 an liter per jam. Sangat jauh dari spesifikasi yang tertulis di box kemasan.

Saya sempat nyap-nyap, merasa dikadali. Tapi kemudian ada yang memberi penjelasan cara “membaca” kapasitas pompa.

Di box kemasan pompa ada grafik, ternyata grafik itu menunjukkan debit pompa pada berbagai ketinggian. Debit yang angkanya tertulis di kemasan ternyata merupakan debit maksimum pada ketinggian 0 (nol) meter, alias pas di mulut pipa keluaran. Sedang debit pada ketinggian tertentu besarnya bervariasi sesuai dengan grafiknya, dan pada ketinggian maksimum debitnya sangat kecil.

Tidak mau mengulang konyol, sebelum membeli pompa lagi saya mengumpulkan informasi tentang segala macam pompa, termasuk bertanya ke toko pompa air. Tapi hasilnya hanya sedikit lebih baik. Dari 14 titik yang harus disupply hanya 9 titik yang kebagian air, dengan total debit 20 liter per 54 detik. (Diukur dengan mengisi ember kapasitas 20 liter)

Pompa ke dua adalah pompa celup 80 watt dengan spesifikasi teknis debit 2.200 liter per jam, ketinggian pancar maksium 4,5 meter. Mestinya cukup kuat, karena saat cek debit pada ketinggian 2,5 meter mampu mengisi ember kapasitas 20 liter dalam waktu  40 detik.

Pertanyaan yang membuat saya penasaran, mengapa pada ketinggian lebih rendah debitmya justru lebih kecil?

Saya harus bongkar pasang instalasi irigasi lebih dari seminggu sebelum nemu biang keroknya. Pompa celup untuk kolam - termasuk akuarium, ternyata peka terhadap elbow, pencabangan dan kran. Bahkan kran dalam posisi terbuka penuh sekalipun mampu menurunkan debit.

Biang kerok sudah ketemu, tapi masalah saya belum selesai.

Pada saat yang sama kebetulan Komunitas Hidroponik Jawa-Tengah mengadakan pelatihan, salah satu materi yang dibahas adalah cara mendistribusikan nutrisi secara merata.. 

Setelah menerapkan metode pak Kabul Pamuji, menggunakan manifold, seluruh titik input kebagian air secara merata. meskipun debit rata-ratanya hanya di bawah 1 liter per menit.

Lumayan, ketimbang harus coba-coba pompa lain dengan resiko gagal lagi, padahal saya masih butuh tambahan satu pompa untuk frame ke dua.

Dari pengalaman tersebut, ditambah masukan dari tukang service pompa air saya memberanikan diri mengambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Pilih pompa yang memiliki debit berimbang dengan tekanannya. Daya listrik berpengaruh terhadap kemampuan pompa. Dengan debit sama, pompa hemat listrik  lebih loyo ketimbang yang mengkonsumsi daya lebih besar..
  2. Grafik debit tidak selalu akurat, tapi bisa digunakan sebagai patokan untuk mengukur kemampuan pompa.
  3. Sebisa mungkin hindari elbow dengan tekukan 90*. Seandainya lintasan terpaksa harus ditekuk, elbow bisa diganti dengan selang karet.
  4. Untuk pemakaian nonstop pada sistem NFT, pompa non carbonbrush lebih awet ketimbang yang menggunakan carbon brush.
  5. Sejauh yang saya alami, pompa sumur adalah pilihan terbaik. Meskipun debit yang disebutkan dalam spesifikasi teknis lebih kecil ketimbang pompa celup, tapi debit itu diukur pada titik keluaran setinggi total head optimum, bukan pada pipa keluaran di pompa. Semakin pendek jarak hisapnya, tekanan pada titik keluaran pipa dorong semakin besar. Itu sebabnya pompa sumur lebih tahan terhadap rintangan elbow dan pencabangan.

13 komentar:

  1. Kalo kebutulan untuk 32 input kira2 yang rekomendasi pompa yg gimna?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hitungan debitnya, 32x2 l/mnt= 64 l/mnt atau 3.840 l/mnt.

      Pilih pompa dg debit minimum 4.000 l/mnt.

      Hapus
    2. Koreksi: 3.840 liter per jam . Jd pilih pompa dg debit minimum 4.000 l/jam.

      Hapus
    3. Koreksi: 3.840 liter per jam . Jd pilih pompa dg debit minimum 4.000 l/jam.

      Hapus
  2. Pak, rumahnya daerah mana?

    BalasHapus
  3. Pak,,,untuk 132titip pakai pompa apa

    BalasHapus
  4. Untuk 5 pipa 2,5 inch..pompa kapasitas 5 500 lt/jam . Sebaiknya selang irigasi ukuran 5 mm atau 10 mm?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pakai 5mm dipasang paralel (sejajar), jd setiap 1 pipa diberi 2 selang inpit 5mm. Manfaatnya, kalau ada pipa yg tdk digunakan, untuk menghentikan supply nutrisinya ke dua ujung pipa tinggal disatukan.

      Hapus
  5. Jadi untuk skala rumahan minimal berapa ya pak kapasitas dan ketinggiannya?
    Terimakasih atas informasinya👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergantung instalasi dan jumlah titik input yg disupply. Kalau menggunakan bed (pipa dijejer mendatar), bisa pakai pompa akuarium

      Hapus
  6. klo saya mau bikin aquaponik kapasitas 640 liter air, dan tinggi pipa 2-2,5 meter harus pakai popa yang seperti apa ya?

    BalasHapus