26/01/15

Memilih System Hidroponik

Setelah panen ketiga lewat saya baru mulai ribut mencari informasi, system Hidroponik mana yang paling baik? Padahal, setelah mengalam perbaikan, instalasi saya terpasang mati di pager.

Mau dibongkar lagi? #Merenges macam wong pekok.

Meskipun dibilang ngawurponik, tapi system yang saya pakai sejauh ini running well. Tidak ada alasan apapun untuk main bongkar, apalagi kalau niatnya hanya karena pengin punya system yang terbaik.

Tapi saya tetap penasaran, terutama setelah instalasi itu mendapat kritik tukang sapu tetangga sebelah. Hanya dengan memandang sekilas saja dia berani nuduh tanaman saya kekurangan oksigen.

Saya nyaris njengat. Bener-bener gak terima. Apalagi di tandon air sudah saya pasang aerator kapasitas besar. Darimana dia tahu tanaman saya kurang oksigen?

Untungnya saya masih bisa ngatur mulut sehingga tidak langsung njeplak membantah.

Tukang sapu yang mantan tukang kebun itu memberitahu, saya salah menyusun formasi tanaman.

Karena tanaman di modul jenisnya campuraduk, mestinya kangkung yang rakus nutrisi dan oksigen tidak diletakkan dekat saluran masuk nutrisi.

Sedikit sebel, saya mulai membantah: “Dari mana sampeyan tahu kalau kangkung rakus nutrisi dan oksigen?”

Jeng, jeng, jengggggg, dia cabut salah satu pot kangkung ......


Alamaaakkkk, gondrong kali akarnya!

“Kalau akarnya sudah seperti ini mestinya dibuang saja, ganti yang  baru.”

Rupanya istri saya memang kelewat kreatif. Kangkung yang mestinya dipanen sekali seakar-akarnya ternyata cuma dipangkas dan sisa batangnya dibiarkan tumbuh lagi.

“Mungkin saya salah memilih system”. Saya masih berusaha ngeles
Tapi tukang sapu yang nampaknya paham Hidroponik itu menggeleng. “Tidak ada hubungannya dengan system.”

Lalu saya jelaskan, menurut buku, menurut teman2 dan menurut beberapa pakar Hidroponik, system yang paling bagus adalah NFT. Tapi saya belum selesai bicara sudah disamber, “Secara teori NFT memang paling baik, tapi dilapangan setiap cara punya kekurangan dan kelebihan. Banyak parameter yang mempengaruhi, terutama kemampuan operatornya.”

“Punya saya kan ngawurponik.”
“Tidak ada yang ngawur. Setiap orang punya cara masing-masing. Bedanya, ada yang butuh pengalaman bertahun-tahun baru nemu, tapi ada yang baru mulai sudah berani innovasi.”

Kepala saya sempat mengembang. Seneng juga dibilang berani.

“Jangan memilih sesuatu hanya karena orang lain bilang baik, tapi tanya diri sendiri, kesulitan seperti apa yang berani sampeyan tanggung dan seberapa jauh sampeyan bisa berkembang. Itulah yang paling cocok untuk sampeyan.”

Walah, ternyata dia cuma mau bilang, kemampuan saya memang baru sampai disitu. Begitu saja mesti pakai muter-muter segala.

Gak jadi bangga dah. Tapi gak apa-apa. Saya balik kembali ke tanaman saya, dan melanjutkan jeprat-jepret.

Saya suka memotret. Sebelum punya DSLR saya menggunakan kamera murahan.

Wooooooooo, nanti dulu ....... Senior fotografi saya pernah bilang, hasil jepretan saya menggunakan kamera jadul yang fasilitasnya terbatas malah lebih hidup ketimbang setelah memakai DSLR.

“Fasilitas kamera hanya membuat pekerjaan menjadi lebih mudah, tapi hasil akhir tetap bergantung pada fotografernya.”

Artinya, dengan ngawurponikpun saya punya peluang menghasilkan sayur sehat sesuai standard Hidroponik seperti yang dihasilkan oleh system NFT. Mungkin bakal lebih ribet dan lebih banyak nemu kesulitan, tapi peluangnya tetap ada.

Jadi saya tidak perlu repot lagi mencari system yang terbaik. Saya hanya perlu memanfaatkan apapun yang sudah ada, dan berusaha sampai maksimal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar