Saya menggunakan instalasi Hidroponik vertikutur rangka A.
Masing-masing rangka terdiri dari 14 batang pralon, dan pralon paling atas
terletak setinggi 210 cm dari permukaan tanah.
Dengan kebutuhan supply nutrisi rata-rata 2 liter per menit, menurut hitungan di atas kertas, satu rangka memerlukan supply air sebanyak 28 liter per menit atau 1680 liter per jam.
Dengan kebutuhan supply nutrisi rata-rata 2 liter per menit, menurut hitungan di atas kertas, satu rangka memerlukan supply air sebanyak 28 liter per menit atau 1680 liter per jam.
Berdasar kondisi itu saya membeli pompa dengan daya pancar ke
atas minimum 3 meter dan debit 2.000 liter per jam. Pilihan pertama jatuh pada
pompa akuarium. Selain mudah didapat, murah, hanya mengkonsumsi listrik 26
watt.
Tapi begitu dicoba, pompa dengan kapasitas sebesar itu
ternyata hanya mampu mengairi 4 titik input, selebihnya hanya kebagian udara.
Setelah cek berulang-ulang dan positif tidak ada kebocoran,
ke 4 selang yang mengeluarkan air saya cabut dari pralon, lalu saya satukan
untuk mengisi box bekas es krim kapastas 8 liter. Dari 3 kali pengisian
masing-masing membutuhkan waktu 1 menit 17 detik; 1 menit 14 detik; 1 menit 20
detik
seandainya saya ambil rata-rata 1 menit 15 detik, berarti
pada ketinggian 210 cm popma itu hanya mampu mensupply dengan debit sekitar 380
an liter per jam. Sangat jauh dari spesifikasi yang tertulis di box kemasan.
Saya sempat nyap-nyap, merasa dikadali. Tapi kemudian ada
yang memberi penjelasan cara “membaca” kapasitas pompa.
Di box kemasan pompa ada grafik, ternyata grafik itu
menunjukkan debit pompa pada berbagai ketinggian. Debit yang angkanya tertulis
di kemasan ternyata merupakan debit maksimum pada ketinggian 0 (nol) meter,
alias pas di mulut pipa keluaran. Sedang debit pada ketinggian tertentu besarnya
bervariasi sesuai dengan grafiknya, dan pada ketinggian maksimum debitnya
sangat kecil.
Tidak mau mengulang konyol, sebelum membeli pompa lagi saya
mengumpulkan informasi tentang segala macam pompa, termasuk bertanya ke toko
pompa air. Tapi hasilnya hanya sedikit lebih baik. Dari 14 titik yang harus
disupply hanya 9 titik yang kebagian air, dengan total debit 20 liter per 54
detik. (Diukur dengan mengisi ember kapasitas 20 liter)
Pompa ke dua adalah pompa celup 80 watt dengan spesifikasi
teknis debit 2.200 liter per jam, ketinggian pancar maksium 4,5 meter. Mestinya
cukup kuat, karena saat cek debit pada ketinggian 2,5 meter mampu mengisi ember
kapasitas 20 liter dalam waktu 40 detik.
Pertanyaan yang membuat saya penasaran, mengapa pada
ketinggian lebih rendah debitmya justru lebih kecil?
Saya harus bongkar pasang instalasi irigasi lebih dari
seminggu sebelum nemu biang keroknya. Pompa celup untuk kolam - termasuk
akuarium, ternyata peka terhadap elbow, pencabangan dan kran. Bahkan kran dalam
posisi terbuka penuh sekalipun mampu menurunkan debit.
Biang kerok sudah ketemu, tapi masalah saya belum selesai.
Pada saat yang sama kebetulan Komunitas Hidroponik Jawa-Tengah mengadakan pelatihan,
salah satu materi yang dibahas adalah cara mendistribusikan nutrisi secara merata..
Setelah menerapkan metode pak Kabul Pamuji, menggunakan manifold, seluruh titik input kebagian air secara merata. meskipun debit rata-ratanya hanya di bawah 1 liter per menit.
Setelah menerapkan metode pak Kabul Pamuji, menggunakan manifold, seluruh titik input kebagian air secara merata. meskipun debit rata-ratanya hanya di bawah 1 liter per menit.
Lumayan, ketimbang harus coba-coba pompa lain dengan resiko
gagal lagi, padahal saya masih butuh tambahan satu pompa untuk frame ke dua.
Dari pengalaman tersebut, ditambah masukan dari tukang
service pompa air saya memberanikan diri mengambil kesimpulan sebagai berikut:
- Pilih pompa yang memiliki debit berimbang dengan tekanannya. Daya listrik berpengaruh terhadap kemampuan pompa. Dengan debit sama, pompa hemat listrik lebih loyo ketimbang yang mengkonsumsi daya lebih besar..
- Grafik debit tidak selalu akurat, tapi bisa digunakan sebagai patokan untuk mengukur kemampuan pompa.
- Sebisa mungkin hindari elbow dengan tekukan 90*. Seandainya lintasan terpaksa harus ditekuk, elbow bisa diganti dengan selang karet.
- Untuk pemakaian nonstop pada sistem NFT, pompa non carbonbrush lebih awet ketimbang yang menggunakan carbon brush.
- Sejauh yang saya alami, pompa sumur adalah pilihan terbaik. Meskipun debit yang disebutkan dalam spesifikasi teknis lebih kecil ketimbang pompa celup, tapi debit itu diukur pada titik keluaran setinggi total head optimum, bukan pada pipa keluaran di pompa. Semakin pendek jarak hisapnya, tekanan pada titik keluaran pipa dorong semakin besar. Itu sebabnya pompa sumur lebih tahan terhadap rintangan elbow dan pencabangan.
Kalo kebutulan untuk 32 input kira2 yang rekomendasi pompa yg gimna?
BalasHapusHitungan debitnya, 32x2 l/mnt= 64 l/mnt atau 3.840 l/mnt.
HapusPilih pompa dg debit minimum 4.000 l/mnt.
Koreksi: 3.840 liter per jam . Jd pilih pompa dg debit minimum 4.000 l/jam.
HapusKoreksi: 3.840 liter per jam . Jd pilih pompa dg debit minimum 4.000 l/jam.
HapusPak, rumahnya daerah mana?
BalasHapusSambilegi kidul, maguwoharjo
HapusSambilegi kidul, maguwoharjo
HapusPak,,,untuk 132titip pakai pompa apa
BalasHapusUntuk 5 pipa 2,5 inch..pompa kapasitas 5 500 lt/jam . Sebaiknya selang irigasi ukuran 5 mm atau 10 mm?
BalasHapusPakai 5mm dipasang paralel (sejajar), jd setiap 1 pipa diberi 2 selang inpit 5mm. Manfaatnya, kalau ada pipa yg tdk digunakan, untuk menghentikan supply nutrisinya ke dua ujung pipa tinggal disatukan.
HapusJadi untuk skala rumahan minimal berapa ya pak kapasitas dan ketinggiannya?
BalasHapusTerimakasih atas informasinya👍
Tergantung instalasi dan jumlah titik input yg disupply. Kalau menggunakan bed (pipa dijejer mendatar), bisa pakai pompa akuarium
Hapusklo saya mau bikin aquaponik kapasitas 640 liter air, dan tinggi pipa 2-2,5 meter harus pakai popa yang seperti apa ya?
BalasHapus