Setelah panen ketiga lewat saya baru mulai ribut mencari
informasi, system Hidroponik mana yang paling baik? Padahal, setelah mengalam
perbaikan, instalasi saya terpasang mati di pager.
Mau dibongkar lagi? #Merenges macam wong pekok.
Meskipun dibilang ngawurponik, tapi system yang saya pakai sejauh
ini running well. Tidak ada alasan apapun untuk main bongkar, apalagi kalau
niatnya hanya karena pengin punya system yang terbaik.
Tapi saya tetap penasaran, terutama setelah instalasi itu
mendapat kritik tukang sapu tetangga sebelah. Hanya dengan memandang sekilas
saja dia berani nuduh tanaman saya kekurangan oksigen.
Saya nyaris njengat. Bener-bener gak terima. Apalagi di
tandon air sudah saya pasang aerator kapasitas besar. Darimana dia tahu tanaman
saya kurang oksigen?
Untungnya saya masih bisa ngatur mulut sehingga tidak
langsung njeplak membantah.
Tukang sapu yang mantan tukang kebun itu memberitahu, saya
salah menyusun formasi tanaman.
Karena tanaman di modul jenisnya campuraduk, mestinya
kangkung yang rakus nutrisi dan oksigen tidak diletakkan dekat saluran masuk
nutrisi.
Sedikit sebel, saya mulai membantah: “Dari mana sampeyan tahu
kalau kangkung rakus nutrisi dan oksigen?”
Jeng, jeng, jengggggg, dia cabut salah satu pot kangkung
......
Alamaaakkkk, gondrong kali akarnya!
“Kalau akarnya sudah seperti ini mestinya dibuang saja,
ganti yang baru.”
Rupanya istri saya memang kelewat kreatif. Kangkung yang
mestinya dipanen sekali seakar-akarnya ternyata cuma dipangkas dan sisa
batangnya dibiarkan tumbuh lagi.
“Mungkin saya salah memilih system”. Saya masih berusaha
ngeles
Tapi tukang sapu yang nampaknya paham Hidroponik itu
menggeleng. “Tidak ada hubungannya dengan system.”
Lalu saya jelaskan, menurut buku, menurut teman2 dan menurut beberapa pakar
Hidroponik, system yang paling bagus adalah NFT. Tapi saya belum selesai bicara
sudah disamber, “Secara teori NFT memang paling baik, tapi dilapangan setiap cara
punya kekurangan dan kelebihan. Banyak parameter yang mempengaruhi, terutama
kemampuan operatornya.”
“Punya saya kan ngawurponik.”
“Tidak ada yang ngawur. Setiap orang punya cara
masing-masing. Bedanya, ada yang butuh pengalaman bertahun-tahun baru nemu,
tapi ada yang baru mulai sudah berani innovasi.”
Kepala saya sempat mengembang. Seneng juga dibilang berani.
“Jangan memilih sesuatu hanya karena orang lain bilang baik,
tapi tanya diri sendiri, kesulitan seperti apa yang berani sampeyan tanggung
dan seberapa jauh sampeyan bisa berkembang. Itulah yang paling cocok untuk
sampeyan.”
Walah, ternyata dia cuma mau bilang, kemampuan saya memang
baru sampai disitu. Begitu saja mesti pakai muter-muter segala.
Gak jadi bangga dah. Tapi gak apa-apa. Saya balik kembali ke
tanaman saya, dan melanjutkan jeprat-jepret.
Saya suka memotret. Sebelum punya DSLR saya menggunakan
kamera murahan.
Wooooooooo, nanti dulu ....... Senior fotografi saya pernah
bilang, hasil jepretan saya menggunakan kamera jadul yang fasilitasnya terbatas
malah lebih hidup ketimbang setelah memakai DSLR.
“Fasilitas kamera hanya membuat pekerjaan menjadi lebih
mudah, tapi hasil akhir tetap bergantung pada fotografernya.”
Artinya, dengan ngawurponikpun saya punya peluang
menghasilkan sayur sehat sesuai standard Hidroponik seperti yang dihasilkan
oleh system NFT. Mungkin bakal lebih ribet dan lebih banyak nemu kesulitan,
tapi peluangnya tetap ada.
Jadi saya tidak perlu repot lagi mencari system yang
terbaik. Saya hanya perlu memanfaatkan apapun yang sudah ada, dan berusaha
sampai maksimal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar