Pada saat sedang rame-ramenya orang membahas Tax Amnesty,
ada teman petani bertanya, “Apakah petani juga harus bayar pajak?”.
Petani dengan peredaran brutto (omzet) kurang dari 4,8
milyar per tahun masuk dalam kelompok Wajib Pajak (WP) yang terkena Peraturan Pemerintah
nomer 46 tahun 2013. Setiap bulan wajib setor pajak sebesar 1% dari omset per
bulan.
Tapi awal September lalu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi
menegaskan bahwa orang yang memiliki penghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan
tidak perlu memiliki Nomer Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tidak perlu membayar
Pajak Penghasilan (PPh).
Realitanya, punya NPWP memang membuat saya sering kerepotan.
Salah menghitung pajak, Ditjen Pajak (DJP) kirim surat, minta klarifikasi.
Keliru ngisi SPT tahunan, dapat surat lagi. Tapi sejauh ini semua surat
panggilan selesai hanya dengan klarifikasi, karena kesalahan yang saya lakukan
memang hanya sepele.
Meskipun repot dan dulu sering mengeluh, tapi belakangan
saya justru merasa beruntung punya NPWP sejak penghasilan saya masih di bawah
PTKP dan belum punya harta apa-apa. Semua kesalahan yang saya lakukan pada saat
awal punya NPWP dan belum paham pajak tidak berakibat fatal, dan saya punya
kesempatan belajar pajak seiring dengan bertambahnya penghasilan.
PP nomer 46 tahun 2013 memang terasa agak berat, karena
kewajiban setor 1% dari peredaran brutto tidak mengenal kerugian. Berapapun
uang yang kita terima dari pihak pembeli barang atau jasa, langsung terhutang
pajak 1%, tidak perduli atas penyerahan barang atau jasa itu kita mendapat untung
atau bahkan rugi.
Tapi sekarang kita punya kelonggaran. Selama penghasilan
masih di bawah Rp 4,5 juta per bulan, kita belum wajib setor Pajak Penghasilan
(PPh) yang 1% itu. Bahkan boleh tidak memiliki NPWP.
Lalu apa keuntungan yang kita dapat seandainya menjadi WP?
Keuntungan secara langsung TIDAK ADA. Bayar pajak adalah konsekuensi bagi
setiap orang yang memiliki penghasilan di atas PTKP. Kecuali kita memang punya
niat selamanya hidup miskin, pada suatu saat nanti kita pasti akan berurusan
dengan PPh.
Bagi karyawan, urusan PPh sangat sederhana, tapi tidak bagi
pengusaha - termasuk petani, peternak dan nelayan. Tingkat kesulitan mengurus
PPh berbanding lurus dengan perkembangan usaha.
Seandainya kita tidak tertib pajak mulai dari awal menjadi
pengusaha, suatu saat kelak akan ketemu masalah yang langsung menjadi ruwet
akibat akumulasi dari kesalahan-kesalahan kecil yang tidak sengaja kita lakukan
sebelumnya.
Bagi teman-teman yang penghasilannya masih di bawah PTKP,
mulailah belajar pajak
sedini mungkin, supaya bila saat wajib punya NPWP tiba, tidak perlu kelabakan menyembunyikan harta dan penghasilan yang terlanjur gede tapi masih terhutang PPh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar